Translate

🌼 Rintik Hujan Sejuta Rasa 🌼



(Gambar hanya ilustrasi)

Bismillah.

Hari itu adalah kali pertama aku bertukar posisi. Dari yang tadinya mutarobbi, kini menjadi murobbi. Dari yang tadinya menerima materi, kini malah memberikan materi.

Sungguh, aku malu, karena ternyata aku masih harus belajar banyak.

Tapi semua kekhawatiranku Engkau bayar dengan hadirnya mereka.. dengan senyuman mereka.
Sore hari yang dingin, mereka melangkah satu per satu dengan kikuk, malu-malu.

"Assalamu'alaykum ginda..."

Aku bertanya-tanya dalam hati, apakah aku dulu seperti ini? Apakah aku sama kikuknya seperti mereka?

Terbesit dalam pikiranku hadir sosok lama diriku yang juga tak jauh berbeda seperti mereka. Beralmamater lusuh, tak lupa pita biru dan pin tersemat pada 'seragam' kesayangan.

Yah, jadi seperti ini rasanya melihat kagebunshinku sendiri. Geli... hihi.

Dan, alhamdulillah, semuanya hadir.

Tilawah usai, lalu tibalah giliran tauji.
Alhamdulillah, ternyata aku tidak salah pilih judul. Kutemukan setitik potensi yang masih belum terasah.
Seusai tauji, kutuntun kembali si MC, adinda sholihahku yang sedang belajar berbicara di depan teman-temannya.

Sore semakin dingin dan gelap. Kuputuskan dan kuajak mereka untuk pindah ke tempat yang lebih terjaga. Kuberikan kesempatan kepada dua adinda sholihahku melatih kepekaan diri, dengan mengembalikan alas yang sedari tadi kami duduki ke sekretariat tercinta, yang dulu sempat mereka takut-takuti karena kakak tingkatnya.

Kami berjalan perlahan, disusul dengan rintik-rintik air. Aku mulai khawatir.

"Dek, langkahnya dipercepat ya. Biar gak kehujanan sampai sana."

Baru saja kami peroleh seperempat jarak, air yang hanya rintikan sebelumnya, kini mendadak berubah deras.

Duh.

Sontak rasanya ingin menangis, teriak akan amarah yang tidak tahu diri ini.
Awalnya aku marah pada hujan, mengumpat kehadiran hujan...

Sampai akhirnya aku sadar, tertampar oleh senyuman para bidadari sholihahku.

Ya alloh, aku lupa bersyukur... 
"Allohummashoyyibannaafi'aan..."

Mereka ini baru tiga minggu jadi anak kampus, baru minggu ini dan mungkin baru mereka yang sudah melakukan pertemuan perdana dari pada kelompok akhowat lainnya.
Tapi, hatiku berhasil dibuat cair oleh mereka. Ghiroh mereka benar-benar luar biasa. Mereka masih tertawa ringan sambil mencari solusi selagi meneduh di bawah atap biru.

"Mbak, aku mau ambil jas hujan di motor dulu, boleh?"
"Ginda aku bawa payung nih, ayo kita cup tempat di sana"

Satu per satu adik-adikku melangkah menjauh menuju masjid. Aku dan beberapa lainnya menunggu giliran.
Setelah mengantar temannya, dua orang adikku kembali dalam keadaan basah kuyup sambil tersenyum.

"Ayo bareng aku ginda, ini jas hujannya lebar kok, masih muat... hehe"

Mataku dibuat berbinar oleh mereka. Padahal tadinya aku mau menyuruh mereka langsung pulang saja karena ini sudah hampir masuk maghrib sepertinya. Tapi, mereka begitu semangatnya ingin menuntut ilmu di pertemuan pertama ini....

Ya Alloh... istiqomahkan lah adik-adikku ini. Tautkanlah hati dan cintanya pada Al-Quran...


Kami melangkah, menerobos hujan, yang alhasil sekujur tubuhku pun adik-adiku kuyup.
Sesampainya di masjid...

Kami langsung menaikki anak tangga menuju tempat halaqoh yang sudah mereka pilih.
Langsung kulanjutkan untuk mulai materi tahsin. Ketika materi tahsin hampir selesai, aku merasa dingin. Rasanya, tubuh ini beku.

"Gindaaa, itu airnya ngalir ke rok ginda lhoo. Awas basah gindaa"

Benar.
Ternyata rok dan kakiku bukan lagi baru didatangi aliran hujan yang merembas karena atap masjid bocor, tapi sudah menyerap hingga kaus kakiku lembab, yaah basah semua kaki ini. Tulang ekor dan tulang belakangku juga.

Kulanjutkan materi seakan-akan aku tidak peduli dengan tubuhku yang sudah kedinginan sedari tadi, pakaianku sudah lembab tanpa kusadari.

Mereka menerima materi dengan kebingungan dan merasa penuh iba melihatku terbatuk-batuk.
Merasa bahwa murobbinya butuh istirahat. Tapi tetap saja aku keras kepala melanjutkan, sambil menjawab pertanyaan-pertanyaan mereka.

Akhirnya, pertemuan hari itu ditutup dengan sholat maghrib berjama'ah.

Dan esok harinya, suaraku menghilang sampai selama 3 hari.


Ya Alloh. Sungguh, pertemuan pertama ini adalah pelajaran yang berharga bagiku.
Teguran darimu, bahwa begitulah seharusnya perjuangan seorang murobbi.
Bahwa begitulah apa yang dirasakan para murobbi, meskipun aku yakin perjuangan mereka pasti jauh lebih besar dari apa yang kulakukan.

Pengorbanan yang seharusnya setiap murobbi harus memaksimalkannya, demi menyebarkan pesan cinta Rosululloh sholallou'alayhiwasallam.

demi dinn-Nya.

Ketika aku melihat hujan,
kini aku bisa merasakan sentuhan setiap tetesnya.
Aku melihat banyak cerita ditiap rintiknya.
Merasakan jutaan cinta yang tidak kenal pamrih.


Karena sebuah cinta, perjuangan dan pengorbanan seorang murobbi akan menjadikannya sejuta cerita untuk para mutarobbinya...

Satu rintik, sejuta rasa.

Komentar

  1. MaasyaaAllaah.. tabaarakallaah. Semoga istiqomah kak. Ana uhibbuki fillaah^^

    BalasHapus

Posting Komentar

Feel free to give comment~
Kritik dan saran kalian boleh langsung disampaikan di sini yaa, nuhun ^^